Kenalan sama HAM, Advokasi dan Pembangunan (Pertemuan Petama)
By
: Elisa Awandita Putri (4825144056)
Sosiologi pembangunan, UNJ
Tulisan
ini mengulas tentang materi HAM, Advokasi dan Pembangunan yang disampaikan oleh
dosen mata kuliah HAM, Advokasi dan Pembangunan, jurusan Sosiologi UNJ yaitu
Bapak Abdul Rahman. Pada kuliah ini dosen mencoba membawa kita tidak hanya melihat
pada peredebatan HAM itu saja tapi lebih melihat pada latar belakang sebelum
adanya perdebatan tentang HAM. Jadi kita tidak melihat bahwa HAM itu adalah
universal ataupun HAM itu relative dan bagaimana cara mereka mempengaruhi satu
sama lain. Tetapi kita akan melihat mengapa mereka menyebabkan banyak hal dan
bagaimana tata cara pelaksanaanya. Juga melihat bahwa HAM sebenarnya hanya
dijadikan sebuah alat. Bisa dibuktikan dalam pelaksanaannya bahwa sebuah negara
tidak konsisten dalam menjalankan HAM sesuai konsep yang dipakai.
Contoh-contoh
kasus di mana HAM itu menjadi alat penekan bagi suatu negara terhadap negara
lain. Negara dan masyarakat dunia tidak bisa dilepaskan dari batuan. Tidak ada
satupun negara yang berdiri sendiri, sama halnya dengan orang kaya dan orang
miskin. Orang kayapun biasanya selalu ingin menambah kekayaannya. Untuk itu
mereka tidak bisa hanya mengolah uangnya saja tetapi juga meminjam ke bank-bank
lain. Begitu juga dengan negara kaya, mereka masih ingin menambah lagi kekayaannya
sehingga setiap negarapun juga mempunyai hutang. Hanya saja ratio hutang mereka besar atau tidak.
Kalau di negara kaya tersebut ada masalah mereka bisa menutupi masalanya dengan
kekayaan mereka, tapi kalau negara miskin atau berkembang terjadi masalah pasti
akan collapse negara itu. Seperti
yang terjadi pada negara Indonesia tahun 1998. Jadi Pak Rahman menegaskan bahwa
setiap negara itu butuh bantuan. Pertanyaannya siapa yang memberikan bantuan
tersebut ?
Ada
IMF dan World Bank misalnya, ada beberapa negara yang memiliki saham di sana.
Untuk menyalurkan bantuan-bantuan kepada negara yang membutuhkan tentu saja ada
syarat-syarat yang harus dipenuhi. Namun syarat-syarat tersebut tidak hanya pure ekonomi, ternyata ada
ideologi-ideologi tertentu yang ingin dijalankan di sana. Sehingga saat melihat
HAM pun nanti akan dilihat bahwa ada negara yang dianggap melanggar HAM oleh
dunia namun tetap diberikan bantuan. Ada juga negara yang memang membutuhkan
dan tidak melanggar HAM tetapi tidak diberikan bantuan. Nah inilah
permasalahannya dan seperti itulah politik HAM yang ada di dunia saat ini.
Dengan
kondisi seperti adanya carut marut kepentingan idelologi di dunia kita juga
akan melihat bagaimana penerapannya di Indonesia. Dari mulai sejarah
perkembangan HAM di Indonesia, mulai dari Soeharto bahwa ia dianggap melanggar
HAM oleh dunia tetapi ia tidak pernah di non aktifkan. Negara lain pada zaman Soeharto
tidak ada yang berani bersuara keras bahwa Soeharto melanggar HAM karena
nyatanya bantuan tetap mengalir deras datang ke Indonesia. Jadi bukan tentang
benar atau salah mengenai HAM itu sendiri tetapi HAM adalah kepentingan. Untuk
itu Soeharto berani intuk membut Komnas HAM, jadi Indonesia dipaksa secara
tidak langsung untuk menegakkan HAM secara halus karena Indonesia dipilih
sebagai salah satu ketua hak asasi manusia dunia.
Selanjutnya
mengapa Komnas HAM yang didirikan oleh pemerintah dan bukan didirikan oleh LSM
ataupun swasta namun mampu memberikan kritik pada pemeritahan itu sendiri.
Inilah sesuatu hal yang perlu dikaji. Biasanya Soeharto orang yang anti kritik,
namun ia mendirikan sebuah lembaga yang mengkritik dirinya dan kemudian menjadi
luar biasanya kinerjanya di saat kejatuhan Soeharto itu sendiri. Penegakan HAM
di Indonesia juga sangat sulit. Setelah Orde baru tumbang tahun 1999 ada UU hak
asasi manusia dan yang paling banyak disorot adalah pelanggaran HAM yang
dilakukan oleh militer. Sejatinya uu tentang pelanggaran HAM itu lebih
ditujukan pada pemerintah. Karena pada saat itu banyak pemimpin-pemimpin
tentara yang dianggap melanggar HAM diseret ke pengadilan namun nyatanya tidak
satupun yang dihukum. HAM ternyata tidak sederhana karena HAM lebih besar dalam
wacana daripada praktik.
Sekarang
kita kaitkan dengan pembangunan karena prodi penulis adalah Sosiologi
Pembangunan :D. Apakah HAM dan pembangunan kearah yang lebih baik bisa berjalan
beriringan ? Perlu kita ketahui bahwa setiap pembangunan pasti berhubungan
dengan hak-hak masyarakat. Disatu sisi pemerintah ingin melakukan pembangunan
dan menurut kita bagus namun disisi lain ternyata tidak mudah melakukan
pembangunan karena berkaitan dengan hak-hak masyarakat lainnya. Saat ini penguasa-penguasa
sangat mahir dalam mencuci tangannya, ia memakai tangan yang lain untuk
melakukan sesuatu. Salah satu indikasinya yang dikatakan oleh GMBI, ada suatu
organisasi yang dipimpin oleh kepolisian untuk memuluskan keinginan-keinginan
para penguasa. Yang kedua, banyak organisasi-organisasi yang legal tapi dalam
praktiknya melakukan intimidasi-intimidasi yang sangat luar biasa dalam
merebutkan kue-kue ekonomi untuk kelompok-kelompok tertentu. Dalam rumusan
formal mereka mengatakan bahwa mereka mendukung NKRI namun dalam praktiknya
terjadi pembagian daerah-daerah kekuasaan.
Jika
dulu negara menggunakan intimidasi dan kekerasan dalam pembangunan maka negara
disebut melanggar HAM, jadi hal tersebut sudah ditinggalkan. Sekarang negara lebih
mengunakan alat-alat hukum, jadi segala sesuatu dianggap legal dan tidak
melanggar HAM. Negara membuat undang-undang tentang pembebasan lahan untuk kepentingan
pembangunan. Dengan cara seperti itu kita melihat konteks lebih besar bahwa HAM
tidak lagi ada masalah dalam pembangunan yang ada kaitannya dengan HAM karena
semua sudah dianggap legal. Mungkin pada masa lampau HAM dan pembangunan itu
tidak bisa berjalan beriringan namun saat ini bisa didistorsi dengan cara-cara
yang lebih halus.
Oke sampai di sini dulu ya materi kuliah hari pertama, nanti akan dipost lagi materi perkuliahan berikutnya. Dan maaf bila kalimatnya sulit dipahami :)
Comments
Post a Comment